Friday, 10 April 2015

DENNIS JUNIO ON TV


Dennis Junio kembali muncul di Televisi, yaitu dalam salah satu program acara anak muda Net TV, BREAKOUT.



Dalam tayangan ini, Dennis menceritakan awal mula perjalanannya di dunia musik. Yuk, kita simak bersama penuturan Dennis...


Muda Berbakat, Dennis Junio Terima Ajakan Duet Indra Lesmana



sumber : www.kapanlagi.com

Indra memang sudah terjun ke dunia musik sejak kecil. Karirnya diawali dengan bermain keyboard bersama ayahnya saat ia masih berusia 10 tahun. Dan tak lama setelah itu ia kembali bermain bersama Benny Likumahuwa, dan Broery Marantika dalam sebuah konser jazz di Jakarta.

Tanggal 3 Januari lalu, ia bertemu dengan Dennis Junio, seorang pemain saxophone muda berbakat. Jika kamu sering menonton konser BLP, anda pasti tidak asing lagi dengannya. Dennis adalah musisi jazz termuda dalam festival jazz Taiwan, dan kini ia tercatat sebagai salah seorang personil BLP.

"Aku punya ide untuk menulis lagu dan berduet dengan setiap teman yang datang, berkunjung, dan tinggal di rumah baruku di Bali," kata Indra. Ia memang memiliki rumah baru di Sanur, Bali. "Ini yang pertama, Morning Rain. Ditulis dan dimainkan oleh Indra Lesmana dan Dennis Junio," sambungnya kemudian.

Dennis Junio/ Saxophonist
Sama seperti Indra, Dennis juga sering terlibat proyek dengan para musisi besar seperti Maliq & D'Essentials. Di usianya yang masih belia, ia sudah mengharumkan nama bangsa sampai ke negeri orang. Alat musik ketiga setelah piano dan biola yang dipelajarinya ini telah membawanya bertemu dengan musisi-musisi hebat.

Sedangkan Indra Lesmana sendiri pernah mendapatkan beasiswa penuh untuk bersekolah di New South Wales Conservatory School of Music. Bahkan kementrian luar negeri Australia memberikan izin menetap bagi Indra dan keluarganya. Adalah Roger Frampton, Don Burrows, dan Paul Mc Namara yang telah mengajarkan banyak hal pada Indra selama ia menetap di Aussie.

Sebelum pindah ke Bali, tampak beberapa kali Indra tampil dalam acara Mostly Jazz di Red White Lounge, Kemang. Suatu ketika di tempat yang sama, ia bermain dengan konsep big band bersama Benny dan Barry Likumahua, Dewa Budjana, dan beberpa artis jazz lain dalam Tribute to Jack Lesmana. Membawakan lagu High Fly secara jamming dengan durasi 11 menit membuat penonton merasa berada di sebuah tempat di Prancis.

“KEEP THE MUSIC PLAYED IN HEART”

Berlokasi di Anomali Coffe, Senopati  pada 11 Juni 2013, Majalah VOICE melakukan wawancara dengan Dennis. Berikut hasil wawancara lengkapnya.


Sejak usia 3 tahun, pria kelahiran Jakarta 28 Juni 1993 ini telah berkenalan dengan musik. Saat itu Sang Kakek yang juga seorang musisi mengajak Dennis mengunjungi pameran piano di salah satu hotel di Jakarta. Dennis pun iseng memainkan tuts piano. Tak disangka, apa yang dilakukannya itu merupakan awal kiblatnya di belantika musik. Ia mulai belajar piano klasik hingga kemudian beralih ke alat musik gesek biola. Ketika berusia 14 tahun, Dennis kembali menantang dirinya dengan memainkan saksofon. Ia mengaku menjadi saksofonis memiliki keunikan dan challenge tersendiri. “Kesulitannya karena menggunakan fisik dan pernafasan (RED: meniup). “Selain sibuk berkarya bersama grup musik Barry Likumahuwa Project (BLP), mahasiswa jurusan hukum semester 2 di Universitas Atmajaya Jakarta ini juga aktif menjadi pemain saksofon di Indonesian Youth Regeneration (IYR)_band jazz-pop yang didirikannya bersama para musisi muda berbakat pada tahun 2009.

Prestasi Dennis dalam bermain saksofon tentunya diperoleh melalui belajar keras. Setidaknya semasa masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah, Ia berlatih saksofon minimal 6 jam sehari. Kerja kerasnya membuahkan hasil, Ia pun lantas menyandang sebutan saksofonis hingga bergabung dengan Barry Likumahuwa Project (BLP). Tahun 2006 Dennis tampil di Jakjazz. Sejak itu tawaran bermusik dan berkarya terus berdatangan. Ia juga telah berkolaborasi dengan sejumlah musisi maupun vokalis ternama seperti Erwin Gutawa, Rossa, Sandy Sandoro, Raisa, dll. Di usianya yang terbilang sangat muda, Denis telah tampil di ajang-ajang bergengsi, TAHUN 2008 Ia dinobatkan sebagai pemain saksofon termuda dalam Festival Jazz di Taichung, Taiwan. Dan pada tahun 2010, Ia bersama Indonesian Youth Regeneration (IYR), memenangkan Grand Prize dalam ajang “The 2nd Singapore Performing Arts Junior Championship”.


Soal ditanya siapa tokoh inspirasinya? Dennis menjawab, “Israel Houghton, Dia musisi bergenre gospel, ada nilai moral dan spiritual di setiap liriknya”. Musik itu seperti Bahasa. Yang berarti alat untuk berkomunikasi, paparnya. Itu sebabnya, menurut Dennis musisi yang berhasil bukan hanya dinilai dari skill atau jumlah fansnya, melainkan seberapa dalam Ia mampu menyentuh hati si pendengar, dan berorientasi terhadap pesan positif yang disampaikan lewat musik tersebut. Semboyan Dennis “Keep The Music Played in Heart” pun membuat tiupan saksofonnya terdengar penuh makna.

Baik di atas panggung maupun dalam keseharian, Denis tetap stay fashionable. Karena baginya, fashion adalah salah satu bentuk untuk mengekspresikan diri. (sumber: Majalah Voice)

Thursday, 9 April 2015

"I GOT CAUGHT BY SAXOPHONE"


“I Got Caught by Saxophone”

Itulah penuturan Dennis dalam wawancara dengan Majalah Her World Indonesia pada Januari 2012. Disini Dennis menceritakan perjalanannya dalam dunia musik.

Kira-kira empat tahun lalu, Dennis menghadiri sebuah festival jazz di Jakarta. Pada saat itu ada banyak musisi yang tampil dan alat musik yang dimainkan. Namun dari sekian banyak bunyi-bunyian yang diperdengarkan, telinga dan pikirannya tiba-tiba terfokus pada satu alat musik tiup, saksofon. “Secara khusus saya tertarik pada alto saksofon. Menurut saya, dia bahkan bisa menjadi leader dalam sebuah band,” ujarnya.

Sejak masih balita, ketertarikannya pada dunia musik memang sudah terlihat. Di umur 3,5 tahun, dia telah diperkenalkan pada piano. Dennis bertahan mempelajari alat musik ini hingga umurnya tujuh tahun, karena kemudian ia mulai terpikat pada biola. Ternyata cukup lama ia mencurahkan perhatiannya pada biola, karena keputusannya untuk menekuni saksofon baru muncul tujuh tahun kemudian atau ketika usianya menginjak 14 tahun.

Darah musisi yang mengalir dalam dirinya ternyata dimulai dari sang kakek. “Kalau orangtua saya sih bukan pemusik, tapi mama bisa memainkan piano. Dulu, ia pernah dilarang untuk berkarir di bidang musik karena kakek nenek saya beranggapan bahwa hidup akan susah jika kita hanya menggantungkan diri pada musik,” ucapnya.

Lain dulu lain sekarang. Dennis harus bersyukur karena mamanya tak lagi berpendapat sama dengan kakek neneknya. Kecintaannya pada saksofon sangat didukung oleh orangtua. Mamanya bahkan sering mengajak Dennis kecil ke pertunjukan-pertunjukan musik di Jakarta, misalnya yang digelar secara rutin di Erasmus Huis ataupun Gedung Kesenian Jakarta.

Sampai saat ini, dukungan keluarganya telah membuahkan hasil, karena permainan saksofon murid dari musisi lawas Benny Likumahuwa ini sudah diakui di Indonesia dan Negara-negara tetangga. Ia pernah diikutsertakan dalam orkestra pimpinan Erwin Gutawa, sering diundang untuk bermain di sejumlah festival jazztanah air, dan baru-baru ini dipercaya untuk membuka konser Kenny G di Jakarta. Di Taiwan, ia pernah bermain di Taichung Jazz Festival, ia juga bermusik di Bangkok Jazz Festival. (sumber: Majalah Her World)